Sepak Bola Tanpa APBD, Mungkinkah? (2-habis)
http://www.persijap.or.id/2008/04/sepak-bola-tanpa-apbd-mungkinkah-2.html
Tiket Akan Jadi Sumber Pembiayaan Utama
- Oleh: Hendro Martojo
PERTANYAAN yang relevan untuk diajukan kemudian adalah, bagaimana caranya agar secara bertahap pendanaan dari APBD bisa menjadi nol persen?
Salah satu model pembiayaan adalah sebagai berikut. Tiket menjadi sumber pembiayaan klub dengan porsi 50% dari total kebutuhan. Kemudian target share atau pemasukan dari sponsorship 30%, hak siar televisi (TV right) 10%, penjualan merchandise seperti kaos, syal, poster, topi, pin, dan lain sebagainya sebesar 5%. Jual-beli pemain 5%.
Dengan gambaran pembiayaan seperti ini, maka diharapkan masyarakat pecinta sepak bola bisa memaklumi jika tiket untuk melihat pertandingan nantinya mengalami kenaikan. Tapi saya yakin, dengan semangat kecintaan dan hasrat untuk membesarkan klub, masyarakat pecinta bola di Jepara tidak akan keberatan apabila terjadi kenaikan harga tiket pertandingan.
Jual-beli pemain memang belum populer dan belum menjadi faktor penting saat ini. Tetapi bukan tidak mungkin ke depan nanti menjadi bagian dari pendapatan klub. Seperti yang terjadi saat ini, Persijap Jepara kehilangan beberapa pemain putra daerah yang sebetulnya menjadi aset klub.
Kalau pemain-pemain muda ini diikat dengan kontrak jangka panjang, bukan tidak mungkin aspek ini bisa menjadi sumber pendanaan klub juga, yaitu dengan jalan jual-beli pemain atau trade player. Nampaknya hal ini seiring dengan ketentuan dari Badan Liga Indonesia (BLI) bahwa setiap klub peserta Superliga harus mempunyai klub U-21.
Dengan pembinaan yang baik, pemain-pemain muda ini nantinya akan menjadi aset. Persijap mempunyai tradisi pembinaan pemain muda yang cukup baik. Hal ini terbukti dengan diraihnya lambang supremasi kejuaraan sepak bola yunior tingkat nasional Piala Suratin. Persijap Yunior pernah meraihnya sebanyak tiga kali, yaitu tahun 1982, 1998, dan 2002.
Dengan gambaran seperti di atas, maka sebetulnya masih sangat mungkin apabila pembiayaan untuk klub sepak bola semi profesional, tidak menggantungkan APBD. Tetapi dengan catatan, semua stakeholder yang ada bersatu padu untuk memberikan dukungan.
Dikelola Swasta
Di samping itu, seiring dengan semangat untuk mewujudkan good governance, maka pengelolaan klub sepak bola secara perlahan sebaiknya mengurangi keterlibatan birokrat dan diserahkan swasta. Birokrat sebaiknya lebih fokus memikirkan sektor-sektor publik.
Bahkan terkait dengan hal ini, posisi ketua umum tidak lagi dijabat oleh pejabat pubilk. Tetapi oleh unsur swasta yang mempunyai integritas, kapabilitas dan komitmen untuk betul-betul memajukan persepakbolaan di daerah.
Terkait dengan hal itu, saya selaku Ketua Umum Persijap telah menghubungi beberapa pihak swasta yang punya komitmen untuk melakukan penjajagan kerja sama pengelolaan klub. Format kerja samanya adalah, klub sepenuhnya dikelola oleh swasta yang berminat.
Pemkab Jepara akan menyediakan fasilitas berupa stadion utama untuk pertandingan dan stadion pendamping untuk latihan, dengan sistem pinjam pakai. Fasilitas lain berupa mes pemain dan pelatih juga disediakan, bahkan perawatan dan operasional mes seperti listrik dan air ditanggung oleh Pemkab Jepara.
Bahkan hasil dari penjualan tiket boleh diambil oleh pihak pengelola klub. Tetapi dengan catatan home base nanti masih di Jepara. Mengenai format nama, apakah tetap dengan nama Persijap atau ada tambahan nama klub yang mengelola, bisa dirundingkan. Klub dikelola dengan pendekatan manajemen modern dan personel dalam struktur organisasi yang profesional di bidangnya.
Tidak bisa disangsikan lagi bahwa sepak bola bagi warga masyarakat Jepara sudah demikian mendarah daging, bahkan seperti sudah menjadi napas. Sepak bola telah melahirkan rasa fanatisme yang begitu kental bahkan total, dalam bentuk dukungan terhadap ”Laskar Kalinyamat” setiap kali berlaga.
Singkat kata, sepak bola masih merupakan kekuatan perekat --kalau tidak ada kerusuhan-- yang bisa mempersatukan negara. Di samping itu juga bisa menjadi sarana efektif untuk promosi suatu daerah dengan segenap potensinya. Sepak bola juga bisa menjadi ikon daerah untuk mempublikasikan dan membuktikan eksistensinya. Mengingat hal itu, mestinya Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi dan mungkin juga PSSI memberikan apresiasi, misalnya dalam bentuk bantuan keuangan kepada klub-klub yang bisa menunjukkan prestasi. (*-40)
* Hendro Martojo, bupati Jepara dan ketua umum Persijap
Bahkan terkait dengan hal ini, posisi ketua umum tidak lagi dijabat oleh pejabat pubilk. Tetapi oleh unsur swasta yang mempunyai integritas, kapabilitas dan komitmen untuk betul-betul memajukan persepakbolaan di daerah.
Terkait dengan hal itu, saya selaku Ketua Umum Persijap telah menghubungi beberapa pihak swasta yang punya komitmen untuk melakukan penjajagan kerja sama pengelolaan klub. Format kerja samanya adalah, klub sepenuhnya dikelola oleh swasta yang berminat.
Pemkab Jepara akan menyediakan fasilitas berupa stadion utama untuk pertandingan dan stadion pendamping untuk latihan, dengan sistem pinjam pakai. Fasilitas lain berupa mes pemain dan pelatih juga disediakan, bahkan perawatan dan operasional mes seperti listrik dan air ditanggung oleh Pemkab Jepara.
Bahkan hasil dari penjualan tiket boleh diambil oleh pihak pengelola klub. Tetapi dengan catatan home base nanti masih di Jepara. Mengenai format nama, apakah tetap dengan nama Persijap atau ada tambahan nama klub yang mengelola, bisa dirundingkan. Klub dikelola dengan pendekatan manajemen modern dan personel dalam struktur organisasi yang profesional di bidangnya.
Tidak bisa disangsikan lagi bahwa sepak bola bagi warga masyarakat Jepara sudah demikian mendarah daging, bahkan seperti sudah menjadi napas. Sepak bola telah melahirkan rasa fanatisme yang begitu kental bahkan total, dalam bentuk dukungan terhadap ”Laskar Kalinyamat” setiap kali berlaga.
Singkat kata, sepak bola masih merupakan kekuatan perekat --kalau tidak ada kerusuhan-- yang bisa mempersatukan negara. Di samping itu juga bisa menjadi sarana efektif untuk promosi suatu daerah dengan segenap potensinya. Sepak bola juga bisa menjadi ikon daerah untuk mempublikasikan dan membuktikan eksistensinya. Mengingat hal itu, mestinya Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi dan mungkin juga PSSI memberikan apresiasi, misalnya dalam bentuk bantuan keuangan kepada klub-klub yang bisa menunjukkan prestasi. (*-40)
* Hendro Martojo, bupati Jepara dan ketua umum Persijap