Klub-Klub Merugi
http://www.persijap.or.id/2009/03/klub-klub-merugi.html
JAKARTA – Hampir semua klub merugi karena tidak bisa mengais rezeki dari penjualan tiket. Kompensasi Rp75 juta hanya cukup untuk biaya akomodasi tim. Keputusan Badan Liga Indonesia (BLI) memadatkan jadwal pertandingan di suatu kawasan hanya solusi untuk melewati ”badai kampanye”.
Sementara klub tetap menjadi korban karena tidak bisa bermain di kandang. Selain pemasukan menurun, mereka juga kehilangan dukungan suporter. Contohnya Persija Jakarta. Klub Ibu Kota ini biasa mengais pemasukan Rp200–250 juta dalam satu laga home yang rata-rata disaksikan 15.000 penonton. Macan Kemayoran– julukan Persija– sendiri menyisakan delapan laga home hingga akhir kompetisi.
Secara matematis, mereka bakal kehilangan uang Rp1,8 miliar dari penjualan tiket penonton. Padahal, kompensasi BLI hanya Rp75 juta per pertandingan alias Rp600 juta dalam delapan laga home. “Jadwal kompetisi yang tidak menentu ini menghambat proses Persija menuju klub profesional.
Saya belum bisa membayangkan jika Persija sudah lepas dari APBD, sementara jadwal kompetisi masih begini,” kata Direktur Umum PT Persija Jaya Bambang Sutjipto. Contoh lain Arema Malang. Klub berjuluk Singo Edan ini biasa mengantongi Rp250 juta jika Stadion Kanjuruhan dijejali 20.000 Aremania.
Bahkan, laga terakhir Arema melawan Persela dihadiri 25.000 penonton.Panpel Arema menjual tiket tribune VIP Rp40.000 per lembar dan tribune ekonomi Rp15.000 per lembar. Kapasitas Kanjuruhan mencapai 3.000 tribune VIP dan 35.000 tribune ekonomi. Dengan sisa lima laga home, mereka berpotensi rugi Rp1,25 miliar.
Wakil Jawa Tengah Persijap Jepara juga mengurai kerugian besar. Apalagi, penjualan tiket adalah salah satu sumber pemasukan primer Laskar Kalinyamat. Bila sumber pendapatan ini distop, praktis kondisi klub bisa kolaps karena sulit memenuhi kebutuhan tim. “Kami sudah berupaya menggali pemasukan dari bisnis-bisnis PT Laskar Kalinyamat.
Tapi, dalam kondisi krisis begini, sulit mendapat uang,” kata Manajer Persijap Edi Sudjatmiko. Persijap biasa mendapat pemasukan kotor sekitar Rp150–200 juta tiap berlaga di Stadion Gelora Bumi Kartini (SGBK). Bahkan, mereka pernah mendapat pemasukan Rp305 juta dengan jumlah 14.000 penonton saat menghadapi PSIS Semarang.
Laga home Persijap rata-rata dihadiri sekitar 7.000–10.000 Jetman dan Banaspati–dua organisasi suporter Persijap. Perasaan miris serupa akan dialami klub Pulau Jawa lainnya seperti Persela Lamongan, Persik Kediri,Deltras Sidoarjo, dan Persib Bandung. Apalagi, semua klub ini memiliki suporter fanatik yang rela merogoh kocek untuk beli tiket.
Tidak heran jika semua klub ini menanti keputusan BLI terkait pemilihan tempat pertandingan sisa Liga Super. Sebenarnya ada empat klub yang justru kecipratan untung atas pemadatan jadwal di satu lokasi. Keuntungan diperoleh dari kompensasi Rp75 juta atas perpindahan laga home.
Empat klub tersebut adalah Persita Tangerang, PSMS Medan, Pelita Jaya FC, dan Persitara Jakarta Utara. Keempat klub ini hanya mampu mengais pemasukan di bawah Rp20 juta setiap laga kandang. Bahkan, Persita dan PSMS yang menyewa Stadion Siliwangi, Bandung, nyaris tak pernah mendapat pemasukan dari penonton.
Adapun Pelita Jaya ratarata hanya mendapat Rp3 juta dengan jumlah penonton rata-rata 500 orang. Sementara Persitara sudah gembira jika mampu mengais rezeki Rp20 juta dalam laga home. “Pertandingan kandang kami kan di Lebak Bulus sehingga NJ Mania tidak banyak yang datang. Padahal, kalau main di Stadion Tugu,Jakarta Utara, kami bisa mendapat pemasukan hingga Rp100 juta,”kata Manajer Persitara Harry ‘Gendhar’ Ruswanto.(mohammad sahlan, SINDO)
Sementara klub tetap menjadi korban karena tidak bisa bermain di kandang. Selain pemasukan menurun, mereka juga kehilangan dukungan suporter. Contohnya Persija Jakarta. Klub Ibu Kota ini biasa mengais pemasukan Rp200–250 juta dalam satu laga home yang rata-rata disaksikan 15.000 penonton. Macan Kemayoran– julukan Persija– sendiri menyisakan delapan laga home hingga akhir kompetisi.
Secara matematis, mereka bakal kehilangan uang Rp1,8 miliar dari penjualan tiket penonton. Padahal, kompensasi BLI hanya Rp75 juta per pertandingan alias Rp600 juta dalam delapan laga home. “Jadwal kompetisi yang tidak menentu ini menghambat proses Persija menuju klub profesional.
Saya belum bisa membayangkan jika Persija sudah lepas dari APBD, sementara jadwal kompetisi masih begini,” kata Direktur Umum PT Persija Jaya Bambang Sutjipto. Contoh lain Arema Malang. Klub berjuluk Singo Edan ini biasa mengantongi Rp250 juta jika Stadion Kanjuruhan dijejali 20.000 Aremania.
Bahkan, laga terakhir Arema melawan Persela dihadiri 25.000 penonton.Panpel Arema menjual tiket tribune VIP Rp40.000 per lembar dan tribune ekonomi Rp15.000 per lembar. Kapasitas Kanjuruhan mencapai 3.000 tribune VIP dan 35.000 tribune ekonomi. Dengan sisa lima laga home, mereka berpotensi rugi Rp1,25 miliar.
Wakil Jawa Tengah Persijap Jepara juga mengurai kerugian besar. Apalagi, penjualan tiket adalah salah satu sumber pemasukan primer Laskar Kalinyamat. Bila sumber pendapatan ini distop, praktis kondisi klub bisa kolaps karena sulit memenuhi kebutuhan tim. “Kami sudah berupaya menggali pemasukan dari bisnis-bisnis PT Laskar Kalinyamat.
Tapi, dalam kondisi krisis begini, sulit mendapat uang,” kata Manajer Persijap Edi Sudjatmiko. Persijap biasa mendapat pemasukan kotor sekitar Rp150–200 juta tiap berlaga di Stadion Gelora Bumi Kartini (SGBK). Bahkan, mereka pernah mendapat pemasukan Rp305 juta dengan jumlah 14.000 penonton saat menghadapi PSIS Semarang.
Laga home Persijap rata-rata dihadiri sekitar 7.000–10.000 Jetman dan Banaspati–dua organisasi suporter Persijap. Perasaan miris serupa akan dialami klub Pulau Jawa lainnya seperti Persela Lamongan, Persik Kediri,Deltras Sidoarjo, dan Persib Bandung. Apalagi, semua klub ini memiliki suporter fanatik yang rela merogoh kocek untuk beli tiket.
Tidak heran jika semua klub ini menanti keputusan BLI terkait pemilihan tempat pertandingan sisa Liga Super. Sebenarnya ada empat klub yang justru kecipratan untung atas pemadatan jadwal di satu lokasi. Keuntungan diperoleh dari kompensasi Rp75 juta atas perpindahan laga home.
Empat klub tersebut adalah Persita Tangerang, PSMS Medan, Pelita Jaya FC, dan Persitara Jakarta Utara. Keempat klub ini hanya mampu mengais pemasukan di bawah Rp20 juta setiap laga kandang. Bahkan, Persita dan PSMS yang menyewa Stadion Siliwangi, Bandung, nyaris tak pernah mendapat pemasukan dari penonton.
Adapun Pelita Jaya ratarata hanya mendapat Rp3 juta dengan jumlah penonton rata-rata 500 orang. Sementara Persitara sudah gembira jika mampu mengais rezeki Rp20 juta dalam laga home. “Pertandingan kandang kami kan di Lebak Bulus sehingga NJ Mania tidak banyak yang datang. Padahal, kalau main di Stadion Tugu,Jakarta Utara, kami bisa mendapat pemasukan hingga Rp100 juta,”kata Manajer Persitara Harry ‘Gendhar’ Ruswanto.(mohammad sahlan, SINDO)