Klub Belum Serius Kelola Bisnis Pemain
http://www.persijap.or.id/2009/10/klub-belum-serius-kelola-bisnis-pemain.html?m=0
JAKARTA – Potensi sumber pendanaan klub Liga Super 2009/ 2010 dari bursa pemain dinilai masih terbengkalai. Namun, untuk jangka panjang sektor ini cukup menjanjikan pendapatan yang lumayan demi menopang operasional klub.
Seakan mencontoh klubklub di belahan dunia lain yang memiliki manajemen lebih maju, kini klub di Tanah Air pun mulai merintis bisnis pemain. CEO PT Liga Indonesia Joko Driyono mengungkapkan, saat ini aktivitas transfer pemain yang dijalankan klub tidak signifikan.
Klub pun masih terbelit problem tata waktu kontrak pemain yang singkat sebagai dampak dari terbatasnya anggaran. Meski belakangan mulai serius mengelola tiket pertandingan, mereka masih mengedepankan APBD dan sponsor sebagai penopang utama finansial klub.
”Transfer pemain jarang ditemui.Pendapatan dari transfer berada di urutan keempat atau kelima. Jual-beli pemain baru terjadi bila syarat kontrak minimal dua tahun terpenuhi. Masalahnya, klub hanya mengontrak pemainnya setahun. Klub seharusnya lebih berani melakukan kontrak jangka panjang atas dasar pertimbangan bisnis guna mendapatkan revenue,” ungkapnya kemarin.
Dari 18 klub Liga Super, tercatat baru PSM Makassar yang mulai serius menekuni bisnis tersebut. Klub berjuluk Juku Eja tersebut mengklaim pendapatan sebesar Rp700 juta dari hasil melego dua pilar dan tiga amunisi mudanya. Nilai jual seorang pemain akan semakin mahal bila dia masuk timnas atau memiliki kualitas di atas rata-rata.
Namun, jumlah tersebut baru mencukupi 5% total kebutuhan dana klub. Walau begitu,Manajer PSM Kadir Halid menyatakan klub sedikit terbantu dengan penjualan beberapa pemainnya. ”Pendapatan dari penjualan pemain sedikit,tapi cukup membantu.Klub sebenarnya sudah merintis bisnis ini sejak semusim terakhir.PSM sempat meminjamkan beberapa pemain seperti Aldo Baretto ke Bontang FC.
Dari situ kami mendapatkan tambahan dana.Beberapa pemain muda potensial kami kontrak lebih dari dua tahun.Penjualan tertinggi musim ini baru Rp350 juta,”paparnya. Selain PSM, Persitara Jakarta Utara juga mulai tertarik mengembangkan bisnis pemain. Klub berjuluk Laskar Si Pitung itu terobsesi setelah memperoleh pendapatan Rp100 juta dari penjualan beberapa pemain Persitara U-21.
”Pemain U-21 kami ternyata layak jual,meski baru rata-rata dipatok harga Rp10 juta. Beberapa di antaranya bahkan hanya Rp5 juta.Tapi,untuk jangka panjang,ini peluang bagus. Sekarang kami memilih fokus pada pemain muda. Mereka akan dikontrak dua atau tiga tahun,” ujar Manajer Persitara Hary Ruswanto.
Sementara itu, klub Divisi Utama Pro Duta mengaku mendapatkan pemasukan Rp550 juta dari transfer dan peminjaman pemain. Pemilik Pro Duta Sihar Sitorus menjelaskan, penjualan pemain baru 5% dari total kebutuhan dana klub.
”Seorang pemain kami jual dengan harga Rp300 juta dan dua lainnya dipinjamkan dengan banderol Rp250 juta. Klub memilih fokus kepada pemain muda dan berharap bisa menaikkan pendapatan. Sektor ini harus dimaksimalkan, apalagi tiket dan sponsor kurang bagus,”tandasnya. (wahyu argia-koransindo)
Seakan mencontoh klubklub di belahan dunia lain yang memiliki manajemen lebih maju, kini klub di Tanah Air pun mulai merintis bisnis pemain. CEO PT Liga Indonesia Joko Driyono mengungkapkan, saat ini aktivitas transfer pemain yang dijalankan klub tidak signifikan.
Klub pun masih terbelit problem tata waktu kontrak pemain yang singkat sebagai dampak dari terbatasnya anggaran. Meski belakangan mulai serius mengelola tiket pertandingan, mereka masih mengedepankan APBD dan sponsor sebagai penopang utama finansial klub.
”Transfer pemain jarang ditemui.Pendapatan dari transfer berada di urutan keempat atau kelima. Jual-beli pemain baru terjadi bila syarat kontrak minimal dua tahun terpenuhi. Masalahnya, klub hanya mengontrak pemainnya setahun. Klub seharusnya lebih berani melakukan kontrak jangka panjang atas dasar pertimbangan bisnis guna mendapatkan revenue,” ungkapnya kemarin.
Dari 18 klub Liga Super, tercatat baru PSM Makassar yang mulai serius menekuni bisnis tersebut. Klub berjuluk Juku Eja tersebut mengklaim pendapatan sebesar Rp700 juta dari hasil melego dua pilar dan tiga amunisi mudanya. Nilai jual seorang pemain akan semakin mahal bila dia masuk timnas atau memiliki kualitas di atas rata-rata.
Namun, jumlah tersebut baru mencukupi 5% total kebutuhan dana klub. Walau begitu,Manajer PSM Kadir Halid menyatakan klub sedikit terbantu dengan penjualan beberapa pemainnya. ”Pendapatan dari penjualan pemain sedikit,tapi cukup membantu.Klub sebenarnya sudah merintis bisnis ini sejak semusim terakhir.PSM sempat meminjamkan beberapa pemain seperti Aldo Baretto ke Bontang FC.
Dari situ kami mendapatkan tambahan dana.Beberapa pemain muda potensial kami kontrak lebih dari dua tahun.Penjualan tertinggi musim ini baru Rp350 juta,”paparnya. Selain PSM, Persitara Jakarta Utara juga mulai tertarik mengembangkan bisnis pemain. Klub berjuluk Laskar Si Pitung itu terobsesi setelah memperoleh pendapatan Rp100 juta dari penjualan beberapa pemain Persitara U-21.
”Pemain U-21 kami ternyata layak jual,meski baru rata-rata dipatok harga Rp10 juta. Beberapa di antaranya bahkan hanya Rp5 juta.Tapi,untuk jangka panjang,ini peluang bagus. Sekarang kami memilih fokus pada pemain muda. Mereka akan dikontrak dua atau tiga tahun,” ujar Manajer Persitara Hary Ruswanto.
Sementara itu, klub Divisi Utama Pro Duta mengaku mendapatkan pemasukan Rp550 juta dari transfer dan peminjaman pemain. Pemilik Pro Duta Sihar Sitorus menjelaskan, penjualan pemain baru 5% dari total kebutuhan dana klub.
”Seorang pemain kami jual dengan harga Rp300 juta dan dua lainnya dipinjamkan dengan banderol Rp250 juta. Klub memilih fokus kepada pemain muda dan berharap bisa menaikkan pendapatan. Sektor ini harus dimaksimalkan, apalagi tiket dan sponsor kurang bagus,”tandasnya. (wahyu argia-koransindo)