Penghentian Dana APBD ke Klub Sepak Bola (2-Habis)
http://www.persijap.or.id/2011/04/penghentian-dana-apbd-ke-klub-sepak_07.html
Diprediksi Banyak Klub yang Mundur
RENCANA pemerintah menghentikan aliran dana APBD bagi klub sepak bola dinilai Ketua Harian PSIS Simon Legiman sebagai langkah yang tergesa-gesa. Jika musim depan keputusan tersebut jadi diterapkan, akan banyak klub yang mundur karena tak memiliki dana.
Selama ini, lanjutnya, klub sepak bola di Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi dengan APBD. Jika ada klub yang mengikuti kompetisi tanpa mengandalkan dana publik, jumlahnya tak lebih dari sepuluh jari tangan.
”Saya tidak antipati, tapi hanya mencoba bicara realistis,” kata Simon.
Dikatakan, Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara-negara maju dimana sepak bola mampu menjadi industri. Akibatnya, dana APBD menjadi satu-satunya solusi untuk menutup kebutuhan tim. Sebagai ”pemain lama” di dunia sepak bola Kota Lunpia, Simon memiliki pengalaman panjang bergelut dengan permasalahan tim. ”Kami pernah melakukan berbagai cara, mulai dari mencari sponsor hingga program bapak asuh. Tapi semuanya tidak berhasil,” ucapnya.
Pengoptimalan pemain lokal juga dianggapnya bukan solusi terbaik untuk mengatasi kendala dana. Jika hanya mengandalkan para pemain lokal akan sulit bersaing dengan tim-tim lain yang diperkuat pemain asing.
Lepas Beban Psikologis
Sementara itu, rekomendasi KPK soal penghentian kucuran dana hibah dari kas daerah (APBD-Red) dan sudah disetujui pemerintah terutama untuk sepak bola, sebenarnya bukan hal baru bagi Persema. Bahkan ketua umum Persema Malang sendiri sudah menyatakan jauh sebelum itu, Persema siap untuk profesional tanpa mengandalkan APBD.
Saat maraknya rencana ada larangan penggunaan dana APBD untuk sepak bola dan waktu itu belum ada Liga Primer Indonesia (LPI), Walikota Malang Peni Suparto yang juga ketua umum Persema mengungkapkan, jika peraturan pemerintah melarang APBD untuk mendanai sepak bola, maka dirinya juga akan memaksimalkan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti PDAM, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Rumah Potong Hewan (RPH) yang akan dijadikan sebagai donatur tetap.
Juga ia siap menggandeng sponsorship melalui perusahaan-perusahaan, apalagi ia mengatakan kini sudah ada beberapa perusahaan asing yang berminat mengambil peran dalam pengelolaan dan pendanaan Persema, namun pihaknya masih belum bisa memberikan kepastian.
Waktu itu ia secara tegas juga menyatakan, dana APBD selama ini menjadi 'candu' bagi klub-klub Indonesia sehingga mereka tidak pernah bisa menjadi klub yang profesional dan mandiri. Operasional mereka jadi sangat tergantung pada kucuran dana APBD.
Tapi kalau bakal dilarangnya penggunaan APBD untuk membiayai sepak bola profesional terhadap jalannya kompetisi di Indonesia, Peni justru khawatir, kemungkinan tidak akan jalan sebab dari klub (tim) yang berlaga di ajang Indonesia Super League (ISL) hampir seluruhnya menggunakan APBD kecuali Arema Indonesia. Di ISL, selain Arema Indonsia, ada Persib dan Semen Padang yang dikelola secara profesional tanpa menggantungkan pada APBD.
Hanya saja penegasan bahwa Persema tidak mau menggunakan APBD lagi, menjadi lebih terang dikala Persema memastikan diri masuk ke kompetisi LPI.
Di kubu Persema khususnya para pemain maupun jajaran eksekutif dan legislatif, saat sekarang ini tampaknya yang utama adalah Persema ”tidak menyusu” APBD untuk kepentingan kompetisi yang waktu itu diikuti yakni ISL. Ada semacam kelegaaan tersendiri pihak-pihak itu. Meski pada perkembangannya Persema akhirnya ikut kompetisi yang digelar LPI.
Selama masih mendapat suntikan dana APBD, bagi pemain Persema sendiri nampaknya menanggung beban psikologis yang tidak ringan. Seperti yang diungkapkan manajer Persema, Asmuri, para pemain tidak kecewa Persema meninggalkan kompetisi ISL.
Diketahui, pada kompetisi ISL musim 2010/2011 Pemkot Malang mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 6 miliar untuk putaran kedua Persema. Saat awal ISL bergulir musim itu, Persema sudah memiliki anggaran sebesar lebih dari Rp 11,7 miliar namun Pemerintah Kota Malang mengajukan penambahan anggaran Rp 6 miliar itu melalui Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2010.
Ketua Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat di DPRD Kota Malang, Saiful Rusdi menilai, dengan bergabungnya Persema ke LPI diartikan bisa menghemat APBD Kota Malang yang tiap tahun menganggarkan dana sebesar Rp18 miliar, itupun hanya untuk sepak bola. (Dian Chandra, Wiharjono-81)
RENCANA pemerintah menghentikan aliran dana APBD bagi klub sepak bola dinilai Ketua Harian PSIS Simon Legiman sebagai langkah yang tergesa-gesa. Jika musim depan keputusan tersebut jadi diterapkan, akan banyak klub yang mundur karena tak memiliki dana.
Selama ini, lanjutnya, klub sepak bola di Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi dengan APBD. Jika ada klub yang mengikuti kompetisi tanpa mengandalkan dana publik, jumlahnya tak lebih dari sepuluh jari tangan.
”Saya tidak antipati, tapi hanya mencoba bicara realistis,” kata Simon.
Dikatakan, Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara-negara maju dimana sepak bola mampu menjadi industri. Akibatnya, dana APBD menjadi satu-satunya solusi untuk menutup kebutuhan tim. Sebagai ”pemain lama” di dunia sepak bola Kota Lunpia, Simon memiliki pengalaman panjang bergelut dengan permasalahan tim. ”Kami pernah melakukan berbagai cara, mulai dari mencari sponsor hingga program bapak asuh. Tapi semuanya tidak berhasil,” ucapnya.
Pengoptimalan pemain lokal juga dianggapnya bukan solusi terbaik untuk mengatasi kendala dana. Jika hanya mengandalkan para pemain lokal akan sulit bersaing dengan tim-tim lain yang diperkuat pemain asing.
Lepas Beban Psikologis
Sementara itu, rekomendasi KPK soal penghentian kucuran dana hibah dari kas daerah (APBD-Red) dan sudah disetujui pemerintah terutama untuk sepak bola, sebenarnya bukan hal baru bagi Persema. Bahkan ketua umum Persema Malang sendiri sudah menyatakan jauh sebelum itu, Persema siap untuk profesional tanpa mengandalkan APBD.
Saat maraknya rencana ada larangan penggunaan dana APBD untuk sepak bola dan waktu itu belum ada Liga Primer Indonesia (LPI), Walikota Malang Peni Suparto yang juga ketua umum Persema mengungkapkan, jika peraturan pemerintah melarang APBD untuk mendanai sepak bola, maka dirinya juga akan memaksimalkan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti PDAM, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Rumah Potong Hewan (RPH) yang akan dijadikan sebagai donatur tetap.
Juga ia siap menggandeng sponsorship melalui perusahaan-perusahaan, apalagi ia mengatakan kini sudah ada beberapa perusahaan asing yang berminat mengambil peran dalam pengelolaan dan pendanaan Persema, namun pihaknya masih belum bisa memberikan kepastian.
Waktu itu ia secara tegas juga menyatakan, dana APBD selama ini menjadi 'candu' bagi klub-klub Indonesia sehingga mereka tidak pernah bisa menjadi klub yang profesional dan mandiri. Operasional mereka jadi sangat tergantung pada kucuran dana APBD.
Tapi kalau bakal dilarangnya penggunaan APBD untuk membiayai sepak bola profesional terhadap jalannya kompetisi di Indonesia, Peni justru khawatir, kemungkinan tidak akan jalan sebab dari klub (tim) yang berlaga di ajang Indonesia Super League (ISL) hampir seluruhnya menggunakan APBD kecuali Arema Indonesia. Di ISL, selain Arema Indonsia, ada Persib dan Semen Padang yang dikelola secara profesional tanpa menggantungkan pada APBD.
Hanya saja penegasan bahwa Persema tidak mau menggunakan APBD lagi, menjadi lebih terang dikala Persema memastikan diri masuk ke kompetisi LPI.
Di kubu Persema khususnya para pemain maupun jajaran eksekutif dan legislatif, saat sekarang ini tampaknya yang utama adalah Persema ”tidak menyusu” APBD untuk kepentingan kompetisi yang waktu itu diikuti yakni ISL. Ada semacam kelegaaan tersendiri pihak-pihak itu. Meski pada perkembangannya Persema akhirnya ikut kompetisi yang digelar LPI.
Selama masih mendapat suntikan dana APBD, bagi pemain Persema sendiri nampaknya menanggung beban psikologis yang tidak ringan. Seperti yang diungkapkan manajer Persema, Asmuri, para pemain tidak kecewa Persema meninggalkan kompetisi ISL.
Diketahui, pada kompetisi ISL musim 2010/2011 Pemkot Malang mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 6 miliar untuk putaran kedua Persema. Saat awal ISL bergulir musim itu, Persema sudah memiliki anggaran sebesar lebih dari Rp 11,7 miliar namun Pemerintah Kota Malang mengajukan penambahan anggaran Rp 6 miliar itu melalui Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2010.
Ketua Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat di DPRD Kota Malang, Saiful Rusdi menilai, dengan bergabungnya Persema ke LPI diartikan bisa menghemat APBD Kota Malang yang tiap tahun menganggarkan dana sebesar Rp18 miliar, itupun hanya untuk sepak bola. (Dian Chandra, Wiharjono-81)
Ya bagus lah...
BalasHapusRakyat miskin masih banyak, sejahterakan dulu Rakyat kalau ingin berprestasi.
Management bikin usaha dong, bikin perusahaan pengolahan ikan yg bisa diexport gitu or apa yang laennya, laut jepara kan luas, Manfaatkan Sumber Daya yg ada.
BalasHapusNanti dari perusahaan itu bisa wat biayain persijapku.
Managemet bikin MALL aja, Jepara kan blm ada MALL.
BalasHapusModalnya pinjem APBD dulu, tapi jgn minta, pinjem aja.
Klo ga boleh ya pinjem BANK.